Sejumlah gambar mengenai kondisi lingkungan di Indonesia di auditorium Perpusnas RI, Senin 20 Maret 2023 (dok.windhu) |
Pembalakan liar, perdagangan kayu, pertambangan ilegal, perdagangan satwa ilegal, pembuangan limbah dan polutan ilegal, pengambilan satwa laut dilindungi, dan perusakan laut merupakan jenis-jenis kejahatan lingkungan yang kerap diangkat oleh media massa. Meski demikian, hasil investigasinya tak selalu mampu menarik minat seseorang untuk membacanya.
Ya, walaupun kejahatan lingkungan merupakan hal yang merugikan masyarakat, terutama di kawasan yang terdampak langsung, isu-isu lingkungan tidaklah seseksi berita yang kerap viral. Peminatnya tak banyak, jika tak ingin disebut sepi pembaca. Kalah jauh jumlah pembacanya oleh berita bombastis, seperti polah selebritis hingga yang menyangkut sensualitas.
Investigasi lingkungan
di Indonesia mempunyai tantangan dan masa depan yang ngeri-ngeri sedap. Biaya
yang dikeluarkan untuk investigasi lingkungan terbilang mahal tapi pada era
digital saat ini harus bersaing dengan clickbait atau keyword berita
media online yang menggoda.
Tantangan dan
Masa Depan Investigasi Lingkungan di Indonesia ini menjadi bahasan yang
mengemuka di "Championing Enviromental Crime Reporting in Indonesia
2021-2023", yang diselenggarakan di auditorium lantai 2, di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, Senin, 20
Maret 2023.
Dalam acara yang diselenggarakan
Enviromental Justice Foundation (EJF) bekerja sama dengan KBR dan Tempo
Institute itu menghadirkan Raynaldo G
Sembiring (Direktur Eksekutif ICEL), Anton Aprianto (Pemimpin Redaksi
Tempo.co), Azizah Nur Hapsari (senior campaigner/project
Coordinator EJF), Roni Saputra (Direktur
Penegakan Hukum Auriga), dan dipandu Bagja Hidayat (Executive Editor Tempo).
"Championing Enviromental Crime Reporting in Indonesia 2021-2023", yang diselenggarakan di auditorium lantai 2, di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Senin, 20 Maret 2023. (dok.windhu) |
Investigasi Lingkungan, Sedikit Pembaca?
“Investigasi lingkungan
marak di media, tapi apakah punya pembaca?” Begitu, Bagja Hidayat selaku
moderator memulai talkshow.
Pemimpin Redaksi
Tempo.Co Anton Aprianto mengakui model
liputan investigasi lingkungan masih menjadi tantangan untuk menarik pembaca,bahkan di
media online seperti Tempo.
“Ini tantangan. Ada
semacam perburuan klik. Audiens yang di media tidak berbayar ini terjebak dengan keyword-keyword yang begitu menggoda,” kata Anton
Kalau melihat klik
view, jumlah pembaca berita perceraian selebritis misalnya,lebih mampu menarik
pembaca sebanyak dua juta dalam satu hari. Sementara, untuk berita liputan investigasi mangrove pembacanya tidak sampai seratus.
Karenanya, Tempo.co
membagi pembaca menjadi tiga kategori, yakni brand love, casual reader,
loyal reader. Sesuai dengan traffic, casual reader diistilahkan pada
pembaca yang hanya datang sekali sedangkan pembaca investigasi yang panjang di website disebut
pembaca yang setia.
Walau jumlahnya
sedikit, loyal reader adalah
pembaca yang berkualitas dan setelah dipetakan rata-rata paham dengan yang
dibacanya, orang-orang menengah ke atas, orang yang peduli, tidak 'hit and run', benar-benar
menjadilkan berita sebagai referensi. Brand Love merupakan pembaca berdasarkan
nama besar media.
Anton meyakini sejalan
dengan disrupsi digital, model investigasi akan menjadi masa depan. Tren media
cetak semakin turun dan akan usai. Media yang punya history akan coba mempertahankan
cetak. Di sisi lain, lama kelamaan model
membaca secara klik akan ditinggalkan.
Meski begitu, untuk
saat ini tetap tak mudah. Dengan model
berita online berbayar dan pola berlangganan yang menyajikan peristiwa aktual
dan produk berkualitas, masih sulit yang rela mengeluarkan uangnya. Pada grup percakapan,
masih banyak yang menunggu kiriman PDF berita gratisan.
Jika hal ini
berlanjut iklim koran digital pun bisa ikut rusak. Saat ini media online masih
balapan mendapatkan traffic. Padahal di negara lain, seperti Amerika, sudah menggunakan model sumbangan.
Mahalnya Biaya Investigasi Lingkungan
Azizah Nur
Hapsari (senior campaigner/project
Coordinator EJF) dari NGO yang membiayai liputan-liputan investigasi lingkungan
mengakui mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk sebuah liputan Investigasi
lingkungan, yang susah penelusuran, berisiko dan jumlah pembaca yang tidak
banyak.
Roni Saputra (Direktur Penegakan Hukum Auriga) mengatakan
jika fokus utamanya bukan hanya orang membaca berita dan terpengaruh.
Media tetap menjadi sumber utama pendorong perubahan kebijakan dan pendorong
penegakan hukum. Jika tidak diberitakan secara simultan maka perubahan
kebijakan juga tidak akan terjadi.
Penegakan hukum
punya pengaruh besar dari media. Karena itu, Auriga juga mengembangkan
beberapa platform data seperti trace untuk hilirisasi komoditas sawit dan kayu, perubahan
tutupan lahan di Indonesia, Kit Coal Info
untuk pengurangan batu bara untuk project
PLTU, info fokus sawit rakyat, enviromental dependent pemerhatian lingkungan
hidup. Siapapun bisa mengaksesnya.
Sementara NGO Auriga
untuk mengangkat permasalahan lingkungan punya media sosial lalu membuat
konten media sosial, seperti Ngopini di Youtube yang ternyata mempunyai
pengaruh yang cukup besar.
Di media sosial, ternyata banyak juga anak muda yang bergerak dengan isu lingkungan. Problemnya, untuk membaca
liputan panjang tidak semua mau. Untuk itulah perlu dibuat dalam bentuk konten. Investigasi
lengkap disampaikan dalam wujud konten. Kini, satu berita cuma dibaca dengan durasi sekitar 2-3 menit. Untuk tulisan majalah, banyak yang membaca hanya sampai tengah. Belum tuntas langsung check out.
Dari segi dampak
hukum, Raynaldo G Sembiring (Direktur Eksekutif ICEL) mengatakan, kriminalisasi
menjadi sehari-hari wartawan lingkungan dan penggerak lingkungan termasuk NGO. Seperangkat
aturan yang melindungi memang ada di level UU, tapi belum ada di level operasional peraturan
pelaksana. Baru pada tingkat Kejaksaan dan Mahkamah Agung berupa pedoman
UU yang masih umum. Isinya, hanya menyampaikan orang yang memperjuangkan lingkungan tidak dapat
dituntut.
Hutan Mangrove berubah menjadi rumah makan di Jayapura (Sumber: AlfonsaWayap/ Suaraperempuanpapua.id) |
Kejahatan Lingkungan Itu Multiple Crime
Kejahatan
lingkungan, kata Raynaldo, bukan single crime tapi multiple crime
karena terkait dengan keuangan, UU lainnya, pajak, dan korupsi. Karenanya, harus punya bukti
kuat. Menurutnya, problem pemberantasan kejahatan lingkungan sebagai berikut :
1.Penegakan hukum
sebagai sarana mengatasinya tidak integratif, antara PPNS, polisi, dan jaksa tidak satu jalur, tidak seperti KPK. Padahal UU Lingkungan satu atap. Selain itu, memastikan
tidak ada kompetisi antara penyidik. Terutama di daerah polisi dan PPNS sama-sama jalan tapi hasilnya bisa berbeda.
2. Tujuan memberantas kejahatan lingkungan adalah perubahan perilaku, penegakan hukum, dan peran media. Penggunaan strategi labeling atau naming and shaming, diyakini dapat memberikan dampak dalam kebijakan dan efek jera.Media yang berperan sebagai sumber informasi dapat membentuk dan mencerminkan pemikiran masyarakat. Pelaku kejahatan lingkungan seperti korporasi yang terkait kejahatan lingkungan yang terekspos tentunya tidak bisa berkutik.
Selain itu, perlu diperhatikan keberlanjutan keuangannya. Sayangnya, saat ini semua nggak terintegrasi. Tidak connect dengan sistem penegakan hukumnya. By law ada tapi masing-masing seakan jalan sendiri-sendiri. Makanya seringkali kejahatan-kejahatan lingkungan penyelesaiannya parsial. Yang lebih penting adalah follow up dari temuan kejahatan lingkungan itu.
Championing Environmen Crimew (sumber:satto raji) |
Investigasi Lingkungan Tak Bisa Sendiri
Dalam melakukan investigasi
llingkungan, baik dilakukan oleh jurnalis maupun NGO tidak bisa dilakukan
sendiri. Harus benar-benar terkoordinasi dan terpantau. Harus ada networking terutama yang berada di daerah karena lingkupnya
kecil. Ini semua semata-mata untuk perlindungan dan keselamatan pelaku investigasi lingkungan.
Tidak boleh egois dan gengsi, juga ditekankan. Dukungan perlindungan wartawan sebelum tim ke lapangan seperti menerapkan identifikasi siapa yang dihubungi saat di lapangan, lokasi kepolisian
terdekat dimana, hingga letak rumah sakit terdekat.
Tantangan dan masa
depan investigas lingkungan, bisa dikatakan Ngeri-Ngeri Sedap. Sangat
bermanfaat dalam mengungkap fakta kejahatan lingkungan. Dibutuhkan tapi juga mahal biaya, penuh risiko, dan
sekaligus punya pembaca dalam jumlah yang masih sedikit.
sumber : Satto Raji |
***Jakarta,220323***
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan memberikan komentar positif demi kemajuan dan kenyamanan pembaca.