Langsung ke konten utama

Saatnya Bekerja Bersama #UbahJakarta dengan Ubah Gaya Hidup Gunakan Transportasi Publik MRT

MRT diharapkan beroperasi Maret 2019 (dokpri)


Coba tanya orang yang tinggal atau pernah hidup di Jakarta. Sebagai ibu kota negara, Jakarta itu ya nggak jauh-jauh dari macet. Jadi, kalau ada yang berani bilang telat datang ke kantor atau ke sebuah kegiatan karena macet, siap-siap saja ditertawakan alasannya.

 Sebagai konsekuensi menghindari macet selama ini, mau tidak mau harus rela berangkat dari dan pulang ke rumah dengan waktu tempuh yang berjam-jam lamanya.  Minimal harus menyediakan satu jam perjalanan baru bisa menarik napas lega dan merasa selamat sentosa di tempat tujuan dan terhindar malu telat.  


Jakarta Macet? Sudah Biasa. Mengatasi macet Luar Biasa (dokpri)

Saya pernah menempuh perjalanan dari arah Slipi ke Thamrin nyaris satu setengah jam saat jam sore pulang kantor jam 5-an. Pernah juga meringis berdiri kecapekan di atas bus kota dari arah Pancoran hingga Slipi sekitar dua jam. Gregetan banget!

Termasuk melakukan perjalanan dari arah Palmerah ke Cikarang pun sampai membutuhkan waktu tempuh hampir 4 Jam. Gelisah dalam perjalanan sudah tentu. Kalau dapat tempat duduk, dari belum tidur, tertidur, hingga bangun lagi belum sampai-sampai juga. Nah, kalau nggak dapat tempat duduk, kebayang kan seperti apa?

Makanya, saat melihat teman saya tidak beranjak dari depan layar komputer kantor  padahal  jam ngantor sudah habis, saya nggak heran. “Kok belum pulang?” tanya saya. Jawaban biasanya, “Nanti aja. Nggak berani pulang jam segini. Jam macet. Habis shalat Maghrib saja biar sudah lebih kosong. Capek di jalan.”


Trans Jakarta, andalan transportasi umum nyaman saat ini di Jakarta (dokpri)

Punya alasan yang sama? Macet itu memang bikin derita. Makanya, saat saya membaca di sejumlah badan bus Trans Jakarta bertuliskan Merdeka atau Ma...cet, saya tersenyum sekaligus berharap.

Saat  ini memang belum kesampaian merdeka dari macet sih, tapi sudah cukup terbantu banget dengan adanya transportasi publik seperti Trans Jakarta ketimbang bus kota sebelumnya dan keberadaan commuter line yang sudah jauh lebih baik.

Lalu kenapa masih macet?  Orang Indonesia, tepatnya Jakarta banyak yang lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi. Sebagai pengguna transportasi umum, saya melihat ada beberapa hal yang membuat orang enggan naik transportasi umum :


Trasnportasi Umum Taksi, lebih nyaman tapi juga lebih mahal ongkosnya (dokpri)

1. Transportasi Umum Banyak yang Tidak Layak
Bisa dibilang, transportasi publik saat ini  yang sudah cukup nyaman daripada sebelumnya, masih terbatas Trans Jakarta dan Commuter Line. Armada taksi ada tapi ongkosnya lebih mahal. Beberapa mikrolet untuk rute terbatas ada juga yang sudah ber-AC. Selebihnya, kendaraan mikrolet, bus sedang kopaja/metromini masih yang mengerikan. Panas kegerahan karena jendela tidak bisa terbuka itu biasa. Termasuk saat hujan sehingga terpercik air karena jendela atau pintu susah ditutup, juga  sudah biasa. Tempat sampah di dalam kendaraan umum banyak yang tidak ada. Lampu pun tidak jarang ada yang mati sehingga gelap selama perjalanan. Belum lagi harus batuk-batuk karena polusi dari asap knalpot kendaraan yang tercium.


Transportasi umum Commuter Line saat ini lebih nyaman karena lebih bersih dan lebih aman (dokpri)


2. Kurangnya Keamanan dan Kenyamanan
Naik kendaraan umum seringkali nggak merasa aman. Kenapa? Ya, supirnya terkadang masih ada yang suka kebut-kebutan sampai deg-degan jantung mau copot. Sudah gitu, sering juga menurunkan penumpang seenaknya tidak sampai tempat tujuan. Memang sih, ada juga penumpang yang minta turun tidak di halte.

Soal kenyamanan kendaraan umum? Kalau sudah ada pengamen atau orang  bertato dan beranting, yang meminta uang dengan menyebut  tidak akan membuat jatuh miskin dengan kasih sumbangan, suasana mencekam dimulai. Belum lagi, ketakutan kalau-kalau ada dompet atau benda berharga yang dimiliki, seperti ponsel  bisa hilang.

Halte-halte bus dan juga jembatan penyeberangan pun terkadang ada yang gelap, sehingga sering menimbulkan takut ada orang jahat atau orang berlaku tidak senonoh.

Bajaj, kendaraan gas roda 3 masih digunakan saat ini mencapai perumahan (dokpri)


3. Kendaraan Pribadi Bisa Sampai Depan Rumah
Naik kendaraan pribadi itu bisa sampai rumah nggak perlu repot. Coba kalau naik kendaraan umum kalau lagi banyak membawa barang, terbayang hebohnya. Banyak perumahan yang jauh letaknya dari jalan raya. Kalau bareng anak-anak atau orang tua, menimbulkan repot ganda.

Makanya, banyak teman saya ketika melihat bisa mencicil mobil dengan DP Murah dan kisaran kredit di bawah 5 juta, banyak yang mengambil. “Kasihan anak-anak atau kasihan orang tua.” Itu alasannya.  

Bila tak ingin menggunakan kendaraan pribadi, langkah lain untuk menembus kemacetan adalah menggunakan motor  online, yang sudah secara langsung bisa mengantarkan dari depan tempat berangkat ke tempat tujuan.


Naik kendaraan  pribadi dianggap mengurangi repot kalau membawa anak kecil dan orang tua (dokpri)

4. Sarana Publik Menuju Tempat Transportasi Tidak Mendukung
Terkadang, antara halte dan tempat penyeberangan agak jauh letaknya.Sudah gitu, trotoar untuk pejalan kaki banyak yang  tidak asyik dilewati. Bisa dibilang, sarana trotoar yang cukup nyaman dan lebar hanya di jalan-jalan besar di Jakarta, seperti Sudirman, Thamrin, Kuningan.

Selebihnya, kondisi trotoar di Jakarta tidak mendukung. Sudah kecil. Habis dipakai oleh para pedagang kaki lima untuk berjualan. Terkadang, pengendara motor menyelonong naik ke trotoar kalau macet.

Terpaksa deh, yang jalan kaki justru turun ke jalan aspal biar enak bisa jalan. Selain itu, ketinggian trotoar  jalan yang tidak sama membuat pejalan kaki menjadi naik turun. Masih ditambah cuaca yang panas kalau siang  hari karena pohon yang tidak teduh.


Trotoar yang dipenuhi pedagang dan pembeli, pemandangan yang sudah biasa? (dokpri)

5. Budaya Tidak Biasa Jalan Kaki
“Kamu lewat halte Trans Jakarta yang panjang banget itu?” seringkali teman-teman bertanya. Banyak orang yang memilih tak melewatinya, sementara saya suka berjalan kaki jika  sedang tidak buru-buru. Senang melihat dari atas ketinggian jembatan penyeberangan kondisi jalan raya. 

Banyak  teman saya yang bilang nggak kuat. Saya percaya saja kalau menggunakan sepatu hak tinggi. Karena itu, saya kalau jalan jauh lebih suka pakai sepatu alas kaki yang datar biar kuat. Selain tidak terbiasa jalan kaki, banyak juga masyarakat Jakarta yang tidak biasa berdiri lama-lama di kendaraan umum. Apalagi saat macet.


Melintasi jarak antar halte Trans Jakarrta Benhil yang  lumayan jauh dengan jalan kaki (dokpri)
Umumnya, ke-5 hal itu yang biasa saya temui sebagai pengguna transportasi publik. Nah, tapi bukan berarti semua itu membuat patah semangat menjadi masyarakat Jakarta untuk merdeka dari macet.

Beberapa permasalahan yang sering ditemui terkait transportasi publik memang terkadang memerlukan penanganan berbagai pihak dan membutuhkan waktu pembenahan.


Kunjungan ke bawah tanah  MRT saat fase I selesai, di stasiun Setiabudi (dokpri)

Namun, sudah saatnya pula sebagai  masyarakat yang baik  Bekerja Bersama #Ubah Jakarta dengan mengubah gaya hidup beralih ke transportasi publik. Kalau jumlah kendaraan pribadi tak dikurangi, masalah kemacetan tak akan bisa terselesaikan dengan cepat.   

Saat ini, sudah ada Trans Jakarta dan Commuter line yang kondisinya jauh lebih nyaman. Meskipun jumlah yang berdiri lebih banyak daripada yang duduk, sudah lebih menyenangkan karena sudah ada kipas angin dan pendingin udara (AC). Kebersihan lebih terjaga. Sistem Ticketingnya pun lebih baik.


Tap in dan Tap Out yang cepat akan memudahkan pengguna transportasi umum (dokpri)


Hanya saja, kebiasaan masyarakat yang tidak biasa mengantri. Saling berebut dan berdesak-desakan saat akan naik dan turun kendaraan umum masih perlu mendapatkan edukasi. Selain itu, masih ada yang makan dan membuang sampah sembarangan di dalam kendaraan umum.

Ditambah  lagi, hingga kini petugas tak jarang ditemui berteriak-teriak untuk meminta kursi prioritas diberikan pada perempuan hamil dan menyusui, membawa anak, dan penyandang difabel. Kursi prioritas masih tetap menjadi incaran penumpang saat naik transportasi publik.     

Ilustrasi Stasiun Jalan Layang MRT (sumber: mrtjakarta)
Pembangunan  sarana transportasi baru mass rapid transit (MRT) yang terintegrasi  terpadu dengan transportasi publik lainnya, yakni light rail transit (LRT), commuter line (CL), KA Bandara Ekspress, bus rapid transit (BRT) dan angkutan umum lainnya, diharapkan dapat mengubah gaya hidup dan gaya bertransportasi di Jabodetabek.

Direktur Operasional dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Agung Wicaksono, seperti dikutip dari website jakartamrt.co.id bersumber Antara menyebutkan, perkembangan konstruksi proyek MRT Tahap I rute Lebak Bulus – Bundaran Hotel Indonesia ditargetkan mencapai 78 persen pada akhir Agustus 2017.


TOD akan mengubah gaya hidup pengguna transportasi umum (sumber:mrtjakarta)

Hal ini dikatakan Agung di  sela-sela seminar “Towards Transit Oriented Development  (TOD) in Indonesia” di Jakarta 23 Agustus lalu. Harapan merdeka kemacetan bisa dimungkinkan.

Apalagi dengan adanya TOD, seperti kata Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, akan menyediakan fasilitas yang memudahkan pengguna tranportasi publik. Selain sebagai tempat transit, akan memenuhi bagian life style masa kini sebagi tempat bisnis. Pun tak jauh dari tempat tinggal.

Sebagai pengguna transportasi publik, yang saya harapkan tentu saja merdeka dari macet. Kendaraan umum yang nyaman dan aman. Waktu tempuh yang lebih singkat dengan kemudahan pembelian tiket. Tidak merasa was-was kalau di halte dan transportasi umum. Tentu saja, tetap dengan ongkos murah sehingga meringankan  kantong.  Selain itu, fasilitas buat difabel pun tersedia. 

Tiketing yang mudah dan harga tiket yang murah penting untuk transportasi umum (dokpri)

Bahkan, jika saya lapar bisa mampir sebentar untuk sekedar makan cemilan atau sesuatu yang menyenangkan di TOD. Bisa juga sambil cuci mata melihat souvenir khas Indonesia. Ah, jadi nggak sabar ada MRT yang diharapkan  2019 sudah bisa beroperasi. Apalagi, saya pernah berkunjung ke dalam terowongan MRT. 

Soal jalan kaki  menuju halte, tidak ada apa-apa. Kalau semuanya nyaman dan aman, masyarakat pasti terbiasa. Hitung-hitung olahraga. Yuk, sudah saatnya mengubah gaya hidup dengan Bekerja Bersama #UbahJakarta dengan menggunakan Transportasi Publik MRT. 

Komentar

  1. Maret 2019 masih lama juga ya... Btw itu foto orang makan2 di trotoar kayaknya aku tau tuh di mana ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Targetnya 2019, mudah-mudahan sudah bisa terealisasi. Sambil menunggu itu, yuk kita biasakan jalan kaki dan naik kendaraan umum. lainnya. Btw, dimana coba lokasinya yang makan- makan di trotoar? ��

      Hapus
  2. Nahhh nah naaahhh bener banget tuh yang dijabatin di atas tentang knp org enggan naik kendaraan umum. Termasuk aku. Aku paling anti naik bus umum karena pasti berdiri. Sebisa mungkin aku gak naik metromini atau kopaja karena takut. Alasan utamanya ya kenyamanan sih intinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak Wian. Semoga saja ya, transportasi publik seperti MRT dan yang terintegrasi lainnya b isa menjadi jawaban dan pilihan buat masyarakat pengguna. Keamaanan dan kenyamanan memang penting banget.

      Hapus
  3. Semoga setelah Proyek MRT selesai, Jakarta bisa lebih baik. Karena saya yang tinggalnya bukan di Jakarta saja sudah membayangkan seperti apa macetnya Jakarta. Sebagian besar warganya hidup lama di jalan karena macet

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung dan memberikan komentar positif demi kemajuan dan kenyamanan pembaca.

Postingan populer dari blog ini

PopBox, Solusi Anti Repot Untuk Kirim, Titip, dan Ambil Barang via Loker

Pernah lihat lemari loker seperti ini? Smart locker yang disebut PopBox saat ini berjumlah 300 buah, yang tersebar di pusat perbelanjaan, apartemen, spbu, dan perkantoran, fungsinya untuk kirim, titip, dan ambil barang (dok.windhu) Waktu mulai merambat sore. Sudah memasuki pukul 17.00.   Saya memandang ke bawah dari balik kaca di lantai 11 Ciputra World, Lotte Avenue, Jl. Dr Satrio, Jakarta Selatan. Jalan terlihat dipadati mobil dan motor yang bergerak sangat lambat, termasuk di jalan layang. Cuaca pun berubah gelap   pertanda sebentar lagi hujan.     “Dilihat dari atas, mobil-mobil banyak ini seperti mainan, ya?” kata Sasi, salah seorang pengusaha batik muda asal Semarang, Jawa Tengah, yang ikut berpameran di ajang pertemuan perempuan yang diselenggarakan selama dua hari, yang saya ikuti. PopBox yang ada di pusat perbelanjaan Lotte Shopping Avenue (dok.windhu) Saya tersenyum. Kelihatannya begitu kalau dilihat. Mobil jelas t...

Minggu Pagi di Aksi #TolakPenyalahgunaanObat Car Free Day

MATA saya menatap kemasan kotak bertuliskan Dextromethorphan yang ada di meja BPOM. Di atas meja itu terdapat sejumlah obat-obatan lain bertuliskan warning, yang berarti peringatan. Ingin tahu saya memegangnya. Membaca kotak luar kemasan obat itu.  “Ini obat apa?” tanya saya. Adi, petugas BPOM itu memperlihatkan isi kotak kemasan. Menurutnya, obat Dextromethorpan sudah ditarik dari pasaran. Sudah tidak digunakan lagi karena dapat disalahgunakan oleh pemakainya. Dextromethorpan yang di kotak kemasannya tertera generik dan terdiri dari 10 blister ini masuk dalam kategori daftar G. Banyak yang menyalahgunakannya untuk mendapatkan efek melayang (fly). Fly? Pikiran saya langsung teringat kepada peristiwa penyalahgunaan obat yang menghebohkan negeri ini satu bulan lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara. Korbannya yang anak-anak masih pelajar dan mahasiswa ini. Pertengahan September 2017, semua terkaget-kaget dengan kabar yang langsung menjadi topik pembica...

Go-Box, Solusi Pindahan Nggak Pakai Repot

Go-Box, jasa pindahan rumah yang memudahkan (dok.www.go-jek.com) SENYUM mengembang dari wajah Ani, saat sudah pasti akan segera pindah rumah. Maklum, menjadi kontraktor alias orang yang mengontrak selama ini cukup melelahkan. Mimpi tinggal secara tenang di rumah milik sendiri menjadi kenyataan. Di rumah baru, segala sesuatunya pasti lebih tenang. Apalagi setelah menikah 5 tahun. Memang, bukanlah rumah besar. Punya dua kamar tidur, dengan ruang tamu, ruang makan, dapur, dan kamar mandi. Sedikit halaman kecil buat menanam tumbuhan ataupun bunga. Sudah pasti membahagiakan.   Lokasi rumah baru di wilayah Gunung Putri, Bogor. Selama ini, tinggal di Pluit, pada lokasi cukup padat dan nyaris tidak memiliki halaman. Ah, betapa menyenangkan, pikir Ani. Segera, semua barang yang ada di rumah pun dikemas. Packing ini dan itu. Tidak ada yang boleh tertinggal karena sebenarnya tidak banyak juga barang yang dibeli. Pertimbangannya saat itu, khawatir repot jika akan pind...