Kanker Serviks (leher rahim) masih menjadi kanker no. 1 penyebab kematian perempuan. (gambar:merdeka.com) |
HARI masih pagi. Masih belum pukul 6.00 tapi
perempuan itu sudah bersiap-siap. Beranjak untuk segera membersihkan tubuh.
Bersiap untuk mandi. Berpakaian yang baik dan sedikit berpupur bedak tipis.
Menyantap sedikit makanan yang disediakan agar perut tidak kosong meskipun harus
diiringi rasa mual.
“Sudah siap-siap, mbak?” sapa saya.
Perempuan bertubuh kurus itu tersenyum manis. Dia hanya tinggal menunggu adik perempuannya yang akan menemaninya.
Kamis 4 Februari 2016 ini, pada pekan ini,
adalah jadwalnya untuk kembali menjalani transfusi darah di RS Kanker
Dharmais, Jl S Parman, Slipi. Upaya penambahan darah itu sangat dibutuhkan
perempuan ini untuk memperpanjang kelangsungan hidupnya.
Pekan lalu, Mbak Yani menghabiskan suplai tiga
kantung darah. Harus ada yang terganti dari keluarnya pendarahan yang terus
menerus dari bagian kewanitaan yang ada di tubuhnya. Pendarahan yang
selalu Pendarahan yang harus memaksanya selalu memakai pembalut.
Pendarahan yang secara perlahan membuat tubuhnya
lemas dan tidak berdaya. Perempuan ini harus berjalan rambatan dan
sempat terjungkal karena tak sanggup menopang tubuhnya sendiri berdiri tegak
saat belum menjalani transfusi.
Ya, mbak Yani adalah penderita Kanker Serviks.
Kanker mulut rahim. (serviks), yakni daerah yang menghubungkan antara rahim
(uterus) dan vagina.
Kankernya berada pada stadium 3 B. Kanker yang
dinilai sudah menyebar pada saluran urin, pada saluran organ reproduksi, dan
mulai ada indikasi pada bagian ginjal.
Entah berapa kantung darah yang dibutuhkannya hari
ini. Pekan depan, Mbak Yani sudah akan menjalani rangkaian kemoterapi yang
panjang. Tubuh perempuan berusia 50 tahunan ini semakin kurus, semakin
keriput, dengan wajah yang terlihat lebih cepat menua dalam beberapa bulan
saja.
“Saya jelek sekali sekarang, ya? Keriput begini.
Jadi jelek karena dulu gemuk,” ujarnya seraya memegang wajahnya.
Tahun lalu, mbak Yani memang gemuk sehat. Perempuan
yang ceria dan senang bercanda ini cukup aktif. Senang tertawa. Kanker
Serviks yang dideritanya cukup mengurangi tawanya.
Melihat kondisi Mbak Yani dan berada di dekatnya,
saya tersadar saya tidak sedang menonton film mengenai kanker seperti I Am
Hope, menyaksikan kampanye mengenai perlunya kepedulian terhadap
kanker,ataupun membaca berita-berita tentang kanker dari surat kabar,
media online, dan televisi.
Mbak Yani yang semula tinggal di Tangerang, menyewa
sebuah kamar kecil di sebelah rumah saya, yang ada di bilangan Slipi. Pilihan
yang dirasanya tepat karena agar lebih dekat dengan rumah sakit kanker
Dharmais, yang harus selalu didatanginya untuk perawatan.
“Ternyata yang kena kanker itu banyak. Nggak cuma
sama yang seumur saya saja. Ada anak-anak, remaja. Ada yang masih gadis
ataupun ibu-ibu. Eh yang nenek-nenek ternyata ada juga yang kena kanker,”
cerita Mbak Yani, ketika awal datang ke RS Dharmais.
Siapa pun, perempuan mana pun dengan profesi apa
pun memang bisa terkena kanker. Mantan Menkes Almarhumah Endang
Sedyaningsih, Artis Julia Perez, dan Ria Irawan juga mengidap penyakit
Kanker.
Namun, menjadi salah satu penderita Kanker Serviks,
sama sekali di luar dugaannya. Seakan terjadi begitu saja meski sebenarnya
terjadi perlahan. Ada rasa takut untuk mengetahui dan menyadarinya bahwa
benar-benar menderita kanker, penyakit yang dianggapnya sangat menakutkan dan
akan membawanya pada kematian.
Rasa nyeri yang terkadang datang di bagian perut sudah
mulai dirasakan tahun lalu diabaikannya. Banyak aktivitas yang harus
dilakukannya. Kecurigaannya menderita suatu penyakit dan adanya
ketidakwajaran mulai disadarinya pada saat bulan puasa tahun
lalu. Tepat di saat keinginannya untuk sebaik-baiknya melaksanakan
ibadah yang hanya setahun sekali.
Mbak Yani mengalami rutinitas datang bulan (haid)
yang tidak biasa. Kali ini darah menstruasi yang umumnya pada perempuan
paling lama hanya 7 hari, tidak kunjung berhenti. Perempuan itu mengalami
haid selama hampir satu bulan. “Saya bingung kok menstruasi nggak
selesai-selesai. Nggak berhenti-berhenti. Kenapa, ya?”
Rasa takut sempat mengantarnya untuk berobat
alternatif. Rasa ngeri harus menjalani rangkaian pengobatan yang akan
menguras begitu banyak uang membuat langkah mbak Yani berat.
Namun, rasa nyeri hebat yang selalu dirasakannya
di bagian perut dan pendarahan tak kunjung berhenti memaksanya untuk
memberanikan diri datang ke rumah sakit. Tidak disangka, mbak Yani langsung
menerima kenyataan telah mengidap Kanker Serviks stadium 3 B.
Untuk meminimalkan biaya pengobatan, digunakannya
BPJS untuk rangkaian pengobatan termasuk tranfusi yang dijalaninya.
Diakrabinya antrian dan upaya satu tindakan satu hari dari layanan kesehatan
yang diberikan dengan penuh syukur.
Meski demikian, nafsu makannya semakin berkurang.
Terkadang, hanya memilih untuk sekedar minum jus Alpukat atau teh manis
saja. Mual yang selalu datang. Nyeri hebat yang menyerang. Bagian perut
yang terasa penuh dan panas ketika dipegang. Haid yang tak kunjung usai dan
rasa sering ingin buang air kecil.
Sisi positifnya, mbak Yani semakin mendekatkan diri
kepada Allah. Setiap kali mendengar adzan shalat lima waktu berbunyi,
perempuan ini bergegas segera menunaikan ibadah. Alasannya, agar bisa tenang
saat Allah memanggilnya sewaktu-waktu.
Mbak Yani adalah seperti umumnya perempuan
kebanyakan di Indonesia, yang kurang memiliki pengetahuan mengenai gejala
kanker. Pap Smear ataupun deteksi dini merupakan suatu hal yang terlewatkan.
Rutinitas hidup sehari-hari membuat hal ini terlewatkan.
Harian Kompas pada dalam artikel
penanggulangan kanker berjudul Paradigma Masyarakat Belum Berubah, pada 21
Januari 2016 lalu menyebutkan, pola pikir masyarakat untuk mencegah dan
memilih terapi kanker belum banyak berubah. Elisna Syahruddin, anggota Bidang
Penelitian dan Registrasi Yayasan Kanker Indonesia (YKI) mengatakan, banyak
masyarakat masih mengganggap kanker sebagai penyakit guna-guna dan kutukan.
Pengetahuan masyarakat yang rendah tentu saja telah
menyebabkan jumlah pasien kanker di Indonesia terus naik. Data Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) dalam Globocan 2012 memperkirakan 300.000 kasus baru
kanker dan 195.000 kematian akibat kanker. Kanker leher rahim (serviks) dan
kanker payudara adalah dua kanker yang paling banyak diidap oleh perempuan. Kanker
paru dan kanker usus besar paling banyak diderita oleh pria.
Berada dekat mbak Yani, saya merasakan beruntungnya
sebagai perempuan sehat saat ini. Kendati demikian, kewaspadaan dan upaya
pencegahan itu tetap perlu. Setidaknya meminimalkan risiko dengan gaya hidup
sehat. Beraktivitas fisik, tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman
beralkohol, dan menghindari stress.
Pagi ini, 4 Februari 2016, tepat pada hari Kanker
Sedunia, Mbak Yani kembali menjalani transfusi darah. Perempuan ini tengah
bergulat dengan penyakit kanker yang berada pada urutan pertama penyebab
kematian pada wanita.
Semoga lekas sembuh, mbak Yani....!
Bisa juga dibaca disini
|
bibi saya meninggal karena kanker payudara :(
BalasHapussemoga lekas sembuh yah Mbak Yani,amin..
aamiin semoga lekas sembuh mbak yani. pengen nangis baca perjuanganya
BalasHapus