Sepeda dari bambu (dok.win) |
Bambu. Nyaris semua orang Indonesia mengenal tumbuhan ini karena dapat ditemukan dengan mudah, terutama di kawasan pedesaan. Bambu mempunyai ragam manfaat dan akrab dengan kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah untuk konservasi. Berperan dalam pelestarian alam untuk mencegah erosi dan dapat menyimpan air dengan sangat baik.
Ya, air sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Mulai dari masak, cuci, dan mandi. Manusia tidak akan bisa hidup jika lebih dari lima hari tanpa minum air.Sebanyak 65 % tubuh manusia atau tiga perempatnya, juga terdiri dari air.
Lantaran itulah, ketersediaan air sangatlah penting.
Begitupun halnya di Indonesia. Jangan sampai terjadi kelangkaan air bersih. Terlebih, meningkatnya populasi manusia juga membuat kebutuhan jumlah air semakin tinggi.
Gaya hidup berkelanjutan ramah lingkungan atau sustainability lifestyle merupakan jawabannya. Tentu saja, untuk mewujudkan hal ini tidak bisa jika hanya dilakukan sekedar wacana tanpa aksi. Tidak akan terlaksana bila tanpa tindakan.
Apalagi, topik sustainability selalu kalah seksi bila dibandingkan dengan suatu kejadian viral.
“Aksi yang dilakukan sudah banyak, tapi masih masih sporadik dijalankan,” kata Ika Noviera (Direktur Corporate Affairs, Multi Bintang Indonesia) dalam inisiasi kampanye Cut The Tosh, yang diselenggarakan di DLab, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 18 Mei 2022.
Hadir juga dalam Sustainability Report 2021, yang mengusung tema "Embracing Differences, Brewing Togetherness", yakni Fainta Negoro (Sustainability and Partnership Lead, Multi Bintang Indonesia), Sisyantoko (Direktur Wahana Edukasi Harapan Alam Semesta (WEHASTA) dan Monica Tanuhandaru (Founder Yayasan Bambu Lestari) dengan dipandu oleh Swietenia Puspa Lestari (Founder dan Executive Director of Divers Clean Action (DCA).
Sustainability Report 2021, yang mengusung tema "Embracing Differences, Brewing Togetherness" |
Menurut Ika, lantaran sporadis itulah maka hasil yang didapat dari kegiatan lingkungan selalu kalah narasi. Perlu dilakukan aksi yang benar-benar berdampak nyata untuk penyelamatan lingkungan dan tidak dilakukan sendiri-sendiri oleh perorangan, suatu komunitas, maupun suatu organisasi.
“Mari kita stop sekadar bicara, dan ubah jadi perbuatan.
Let’s cut the talks, let’s Cut the Tosh!,” kata Ika
Menurut Fainta Negoro (Sustainability and Partnership Lead, Multi Bintang Indonesia), lantaran itulah gerakan Cut The Tosh diinisiasi dengan melibatkan berbagai pihak. Semua pihak diajak untuk menyadari pentingnya keberlanjutan lingkungan. Kolaborasi berperan dalam kesuksesan gerakan.
Dua di antaranya, Yayasan Bambu Lestari yang bergerak di pelestarian bambu dan Wahana Edukasi Harapan Alam Semesta (WEHASTA) yang bergerak di di bidang persampahan, pertanian organik, pemberdayaan masyarakat dan penyelamatan sungai.
Mengenal Cut The Tosh
Apa itu Cut The Tosh? Sejak awal disebut-sebut, Cut The Tosh Cut the Tosh adalah gerakan praktik keberlanjutan yang diprakarsai Multi Bintang Indonesia (MBI), produsen dari merek bir ikonik dan kebanggaan Indonesia, Bir Bintang dan merek bir internasional, Heineken.
Gerakan ini bertujuan untuk menjawab stigma seputar sustainability (praktik berkelanjutan) dengan mengajak berbagai pihak untuk bersama-sama mengubah narasi atau sekedar perkataan menjadi aksi nyata.
Cut the Tosh diupayakan lebih dari sekadar kampanye, melainkan sebuah pengingat, gerakan dan ajakan bagi para pemangku kepentingan untuk menciptakan kolaborasi yang bermakna agar dapat meningkatkan upaya, skala dan dampak dari praktik keberlanjutan, dengan rencana dan target yang terukur.
Nah pertanyaanya, kenapa harus Cut The Tosh? Gerakan Cut the Tosh diharapkan bisa menjadi penghubung (hub) bagi berbagai pihak yang aktif dalam melaksanakan praktik keberlanjutan. Selain tentunya, penekanan pada pentingnya kolaborasi.
Melalui kolaborasi, agenda keberlanjutan dapat dilakukan dengan skala yang lebih besar dan berdampak langsung bagi banyak orang dan komunitas. Bisa dilakukan dengan lebih konsisten sehingga bisa menjadi solusi dan jawaban permasalahan yang ada, baik untuk lingkungan maupun masyarakat.
Cut the Tosh mengajak masyarakat luas untuk mengubah narasi jadi aksi nyata. Hanya wacana atau sekedar perkataan tidak akan bermakna apapun jika tanpa adanya aksi nyata. Untuk itulah, dibutuhkan upaya kolektif agar kegiatan keberlanjutan berdampak besar kepada masyarakat.
Lalu, apa saja kegiatan Cut the Tosh?
Untuk mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan dan hasil yang terukur, selain menggandeng para stake holders, Cut the Tosh memiliki beberapa rangkaian agenda yang meliputi:
- Tipple Talk, sebuah thought-provoking forum untuk membicarakan isu seputar lingkungan, sosial, dan responsible consumption.
- Sustainability Competition/CTT Incubators, yaitu inkubator ide-ide keren dan inovasi terkait keberlanjutan dari mahasiswa-mahasiswa Indonesia.
- CTT 3 Days Summit dengan mengundang berbagai penggerak dan pendobrak yang telah berkontribusi dalam ‘meracik Indonesia yang lebih baik dengan cara mereka untuk belajar bersama serta berbagi best practices dalam merancang kolaborasi yang lebih berdampak.
Ika Noviera, MBI (dokpri) |
Target Penggunaan 100 % Energi Terbarukan
Tantangan untuk keberlanjutan lingkungan dapat diminimalkan tantangannya dan hambatannya jika dilakukan bersama-sama. Dalam Sustainability Report 2021, berbagai inisiasi di bawah tiga pilar utama, yakni lingkungan, sosial, dan konsumsi yang bertanggung jawab dilakukan.
Tiga pilar tersebut menjadi fokus utama terkait dengan kondisi lingkungan dan masyarakat.
Menurut Fainta, berharap dapat memulihkan area hingga 428 hektar sungai, termasuk edukasi masyarakat tentang pentingnya konservasi air dan pengelolaan sampah bertanggung jawab pada tahun 2045.
MBI berambisi untuk mencapai 100% penggunaan energi terbarukan dengan menerapkan tenaga surya.
Saat ini, sebanyak 28% dari total konsumsi energi di fasilitas produksi MBI berasal dari sumber energi terbarukan.
MBI juga menyadari sangat pentinnya air karena 95 % bahan bir berasal dari air, selain barley, malt, dan hops.
Pemanfaatan biomassa juga termasuk di dalamnya. Dengan pemanfaatan sekam padi, sebanyak 30 ton fasilitas biomassa setara dengan aliran listrik untuk 30.000 rumah tangga.
Selama ini, sekam padi hanya dibakar padahal bisa menimbulkan polusi udara.
Nah, untuk keberlanjutan dan keberlangsungan semua aksi untuk lingkungan, keterlibatan masyarakat lokal sangat perlu. Baik di Tanggerang maupun di Mojokerto melalui komunitas Wehasta yang dipimpin cak Toko, yang langsung bergerak dalam pembinaan bank sampah.
Jadi, Cut The Tosh! Pangkas basa-basi, lakukan aksi penyelamatan lingkungan!
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan memberikan komentar positif demi kemajuan dan kenyamanan pembaca.