|
Perempuan, kepemimpinan, dan keberagaman. Ketiga hal ini sangat berkaitan. Terlebih jika mengingat jumlah perempuan yang terus bertambah setiap tahunnya.
Di Indonesia, jumlah perempuan mencapai setengah dari total penduduk atau sekitar 130 juta jiwa. Setara dengan total penduduk lima negara di ASEAN.
Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Suspas), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2019 mencapai 266, 91 juta jiwa. Jumlah tersebut terdiri atas 134 juta laki-laki dan 132, 89 juta jiwa perempuan. Banyaknya jumlah perempuan sungguh merupakan aset bangsa yang sangat potensial.
|
Namun, kondisi perempuan saat ini belumlah sama dan merata. Di suatu tempat, banyak perempuan-perempuan hebat, cantik punya ruang untuk bertemu, memiliki waktu dan kesempatan untuk menambah ilmu dan berbincang mengenai profesi yang dijalani dan tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.
Di sisi lain, tidak sedikit perempuan di belahan Indonesia yang lain, di sudut Indonesia, masih harus berbicara akan makanan pengisi perut. Seorang remaja putri tidak bisa melanjutkan ke sekolah karena akan dikawinkan dengan jodoh yang sudah dtetapkan oleh orang tua.
|
“Masih banyak perempuan yang mengalami diskriminasi. Masih banyak perempuan yang demi bisa membeli sepatu sekolah pergi jauh dari orang tuanya dan menjadi buruh migran di usia yang harusnya dalam perlindungan orang tuanya,” kata Mathilda AMW Birowo, ahli komunikasi sekaligus penulis buku Melati di Taman Keberagaman. Praktik Inklusif di Indonesia dan Australia.
Di kota, remaja sering gonta ganti gadget. Di lain tempat, masih ada perempuan yang mengalami kekerasan yang terstruktur, tapi tidak terangkat di media sebagai bahan pemberitaan.
Padahal, persoalan perempuan masih banyak yang perlu diangkat. Isu mengenai perempuan, masih terlihat seperti gunung es. “Kita asyik berbicara kesetaraan gender, berbicara tentang keterwakilan perempuan, tapi di sisi lain, masih banyak perempuan tidak bisa berbuat apa-apa, “ tukas Mathilda.
|
Melalui bukunya yang diterbitkan oleh PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo) dan diluncurkan di Perpustakaan Nasional Rabu 30 Oktober 2019, Mathilda menggarisbawahi tiga kata, yakni Perempuan, Kepemimpinan, dan Keberagaman.
Selain dari segi jumlah, potensi, perspektif, peluang, krisis, perempuan memang berada di dalam ranah kepemipinan dan keberagaman. Pemimpin yang baik akan mengarahkan, membawa kelompoknya dan komunitasnya ke arah yang lebih baik untk mencapai visi dan misi mereka.
Menurut Mathilda, peran perempuan dengan nilai-nilai yang dimiliki, bisa diterapkan yang dimulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga dan komunitas. Sayangnya, tidak sedikit yang berada dalam organisasi sibuk mencari panggung masing-masing, sibuk dengan gontok-gontokan.
“Bagaimana mau maju? Soal perempuan, ada masalah dalam diri mereka sendiri, tetapi juga ada masalah di luar sana yang perlu dihadapi,” ujarnya.
Seandainya perempuan bersatu, bergandengan tangan, maka perempuan bisa melakukan perubahan yang berarti bagi bangsa dan negara. Terutama cara melawan isu radikalime dari rumah, organisasi, dan komunitas.
Melati di Taman Keberagaman (dok.windhu) |
Mengenai keberagaman, sangat penting dibahas. Isu keberagaman, intoleransi bahkan sudah masuk ke dunia pendidikan. Badan Nasional Penanggulangan terorisme (BNPT) tahun 2018 menyampaikan, ada tujuh perguruan tinggi yang terpapar radikalisme.
Pada tahun yang sama, Badan Intelijen Negara (BIN) menyebutkan adanya 39 persen mahasiswadi 15 provinsi yang terpapar paham radikal.
Kepemimpinan Perempuan dalam Merawat Kebinekaan
Presiden RI Joko Widodo dalam pidato kenegaraan di DPR pada 16 Agustus 2019 menyebutkan secara tegas bahwa ada tiga hal yang menjadi isu krusial di Indonesia, yakni sikap intoleran, radikalisme, dan terorisme. Mukjizat Tuhan-lah yang membuat negara ini masih tetap eksis dan berjaya.Dalam talkshow bertema Kepemimpinan Perempuan dalam Merawat Kebinekaan, yang digelar berbarengan peluncuran buku Melati di Taman Keberagaman, peran perempuan dalam menangkal intoleransi, radikalisme, dan terorisme lebih ditekankan.
|
Prof. Dr Musdah Mulia, Ketua Umum Yayasan Indonesian Confidence on Religion and Peace, perempuan adalah aset bangsa yang sangat potensial jika mencintai kebinekaan, mengerti dengan baik ajaran agama mereka, serta menghayati sepenuhnya konsep NKRI dan ideologi negara.
Sebaliknya, perempuan akan menjadi kelompok rentan dan menjadi arus utama penyebaran ideologi radikalisme agama. Bukan tidak mungkin, perempuan akan menjadi batu sandungan yang amat berbahaya bagi kemajuan dan kejayaan NKRI.
Kalau perempuan bisa direkrut menjadi pelaku aksi radikalisme dan terorisme, seharusnya lebih mudah untuk mengajak menjadi agen perdamaian (agent of peace). Kenapa? Karena secara alami perempuan diciptakan dengan sebuah rahim untuk merawat keberlangsungan kehidupan manusia.
|
Perempuan memiliki insting dan passion keibuan yang memungkinkannya untukk lebih mudah untuk menjalani tugas-tugas merawat kebinekaan, menjaga keberlangsungan hidup, pereda konflik, dan memelihara perdamaian.
Kehadiran perempuan yang mampu mengedepankan model kepemimpinan yang sejuk dan mengutamakan cara-cara damai, sarat dengan nilai-nilai empati, passion, dan penghargaan terhadap mereka, terutama yang termarjimalkan adalah sebuah keniscayaan.
Tak urung, Hermien Kleden, jurnalis senior dan media mentor pun menekankan women leadership, masih merupakan satu masalah sosial yang memerlukan perhatian di Indonesia, terutama pada aspek leading posiition perempuan dalam masyarakat.
“Women leadership hanya bisa tumbuh dan kembang dalam masyarakat yang mengakui kesetaraan gender (gender equality) dan keadilan gender (gender justice),” kata Hermien, yang pernah menerima SK Trimurti Award dan mantan Pemimpin Redaksi Tempo English Weekly.
Melati di Taman Keberagaman
Buku Melati di Taman Keberagaman, Praktik Kepemimpinan Inklusif di Indonesia dan Australia merupakan rekaman pengalaman Mathilda AM Birowo, ketika bersama para perempuan lintas agama (PELITA) dari Sabang hingga Merauke mengikuti forum Australia Awards Indonesia 2018, Leadership Course for Multi-Faith Women Leaders di Deakin University, Melbourne, Australia.Melati merupakan analogi dari seorang perempuan. Melati di Taman Keberagaman; Belajar dari Multikultural di Australia. Melati adalah nama bunga yang harum, meski hanya segenggam tangan. Wanginya dapat menguasai ruang, dimanapun diletakkan.
Melati sering kali terdapat dalam lagu yang mengagungkan perempuan. Melati digunakan dalam berbagai kesempatan, mulai dari ronce melati yang menghias konde pengantin perempuan, dekorasi pesta, hingga tabur bunga.
Merupakan sebuah praktik inklusif, karena memang bisa dipraktikkan penerapannya. Di satu sisi, Australia dikenal sebagai negara yang multikultura. Suatu paham y ang menghargai penghargaan perbedaan di antara berbagai macam adat, agama, dan kepercayaan, dalam sebuah komunitas.
Hal ini didukung oleh hak dan status sosial politik yang sama di dalam sebuah pemerintahan yang plural, serta tidak membeda-bedakan. Indonesia yang terdiri atas 17.000 pulau pun memiliki keberagaman, baik dari suku, bahasa, adat istiadat, dan agama.
Buku Melati di Taman Keberagaman bertujuan untuk memberi wacana tentang betapa besar peran perempuan dalam keberagaman dan bagaimana praktik-praktik sederhana dapat dilakukan di lingkungan dan menjadi pemersatu untuk merawat kebinekaan Indonesia.
Tema yang relevan dingkat selaras kondisi saat ini. Terlebih buku disajikan dalam bentuk karya ilmiah populer sehingga mudah dipahami oleh berbagai masyarakat berbagai golongan dan katar belakang disiplin ilmu.
Setidaknya, mengutip pandangan mengenai intoleransi Susan B Antony yang menyebutkan, Anda lebih baik mendidik sepuluh perempuan ke dalam praktik prinsip-prinsip liberal daripada mengorganisasi seribu orang di atas panggung intoleransi dan kefanatikan.
***
Data Buku
Judul Buku : Melati di Taman Keberagaman, Praktik Kepemimpinan Inklusif di Indonesia dan Australia
Penulis : Mathilda AM Birowo
Penerbit : PT Grasindo
Cetakan : ke 1 tahun 2019
Tebal Buku: 304 halaman
Harga : Rp.135.000
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan memberikan komentar positif demi kemajuan dan kenyamanan pembaca.