|
Budaya saat ini menggiring kita terobsesi untuk mewujudkan harapan-harapan positif yang mustahil diwujudkan : Menjadi lebih berbahagia. Menjadi lebih sehat. Menjadi paling baik, lebih baik daripada lainnya. Menjadi lebih pintar, lebih cepat, lebih kaya, lebih seksi, lebih populer, lebih produktif, lebih diinginkan, dan lebih dikagumi.
Kalimat-kalimat menyentak ini disampaikan oleh Mark Manson, seorang bloger kenamaan asal New York, Amerika dalam bukunya Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat.
Menjadi sempurna. Ya, tanpa sadar setiap orang terpacu ingin menjadi sempurna. Sejak kecil, hal biasa dibandingkan dengan orang lain untuk bisa lebih unggul . Menjadi orang yang selalu lebih dan lebih dari yang lainnya.
|
Anda mempelajari cara terbaik untuk mencari uang karena sudah merasa tidak punya cukup uang. Anda berdiri di depan cermin dan terus mengafirmasi kalau Anda cantik karena Anda sudah merasa tidak cantik.
Mark mengutip sebuah ungkapan di Texas : “Anjng paling mungil menggonggong paling keras.” Seseorang yang percaya diri tidak merasa perlu untuk membuktikan kalau dia percaya diri. Seorang wanita yang kaya tidak merasa perlu untuk meyakinkan seorang pun kalau dia kaya.
|
Sebab, setiap memimpikan sesuatu, sebenarnya saat itu sedang menguatkan realitas bawah sadar, kita bukanlah orang seperti itu. Masalahnya, masyarakat kita saat ini kerap menggunakan media sosial sebagai ajang pamer. Kata Mark, hal ini telah melahirkan generasi manusia yang percaya bahwa memiliki pengalaman-pengalaman negatif ini, seperti rasa cemas, takut, bersalah, dan lain-lain, sangat tidak baik.
Menurut Mark, jika melihat feed Facebook. Seakan-akan si pemilik akun sedang menjalani saat-saat yang menyenangkan. Misalnya, 8 orang menikah minggu ini. Pada sebuah tayangan televisi, sejumlah remaja putri mendapat Ferrari sebagai hadiah ulang tahun yang ke-17.
Di sisi lain, kita merasa terjebak di rumah dalam keseharian, sehingga merasa memiliki hidup yang menyebalkan. Terjebak dalam sebuah lingkaran setan yang lantas membuat tertekan, gusar, bahkan membenci diri sendiri
|
Semua inilah, lanjut Mark, mengapa bersikap masa bodoh menjadi kuncinya. Jika kita bisa menerima dunia ini apa adanya dan memang seperti itu, jauh lebih baik. Menginginkan sebuah pengalaman positif adalah sebuah pengalaman negatif, menerima pengalaman negatif adalah pengalaman positif.
Bodo Amat, Ketika Memandang dari Sisi Berbeda
Membaca kalimat-kalimat dalam lembaran buku Mark Manson yang berjudul Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat, terkadang sesekali harus menarik napas. Terbiasa menyimak buku pengembangan diri yang menganjurkan untuk selalu berpikir, bersikap, dan bertindak positif, membuat harus mencoba untuk memahami buku Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat.Seorang teman bahkan berkata, jika ada kata-kata yang cenderung kasar dalam penyampaian. Sehingga, harus mencerna lebih seksama maksud sebenarnya yang disampaikan. Begitulah, buku Bodo Amat karya Mark Manson.
Penulis yang punya berjuta-juta pembaca ini menyajikan hal yang berbeda dalam tulisannya. Dengan gaya tuturnya, buku dengan sampul oranye dan judul unik ini telah menjadi magnet yang memikat pembaca.
|
Tak heran jika bedah buku Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat. Pendekatan yang waras demi menjalani hidup yang lebih baik , yang dilangsungkan di Gramedia Matraman, tanggal 22 November 2019, dipenuhi para generasi muda milenial. Mereka hadir penuh minat dan rasa ingin tahu mengenai buku self improvement ini,
Wajar karena jika datang ke toko buku-toko buku Gramedia, buku pengembangan diri Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat terbitan PT Grasindo, yang sebelum alih bahasa berjudul “The Subtle Art of Not Giving a F*CK” terbitan HarperOne di New York USA ini sangat laris manis. Berada di jajaran rak pajangan buku-buku terlaris.
Tak berbeda halnya di Indonesia. Sejak cetakan I pada Februari 2018, hingga November 2019 sudah cetak ulang hingga ke-36. Meski tak dipungkiri, saat ini buku memang lebih berkembang daripada suratkabar dan majalah.
|
Buku bisa beralih platform, misalnya dalam bentuk film, e-book, bahkan merambah media sosial (facebook, blog, instagram). Mark Manson pun sukses sebagai penulis blog, yang tulisan-tulisannya kemudian dicetak menjadi buku.
Indra Gunawan Masman, MBA, dosen Komunikasi yang juga seorang konsultan
mengatakan, Marks Manson bisa dibilang sebagai motivator, tetapi berada di kutub yang lain. Selama ini kita selalu berada di kutub positif, yang selalu mengatakan letakkan mimpimu.
“Kalau mau tahu, harus tahu sepintar apa. Mau punya saldo Rp.1 M, belum tentu si A butuh. Nah Mark Manson punya sudut pandang bahwa positif dan negatif berdampingan. Mark mengambil dari sudut pandang yang negatif dulu,” kata Indra Gunawan.
|
Meski demikian, kata Indra Gunawan, Bodo Amat bukanlah berarti kita benar-benar cuek, tidak peduli, ataupun apatis terhadap apapun. Tetap perlu menyikapi bahagia dan masalah yang selalu muncul. Jangan menghindar dari masalah. Jangan merasa kita baik-baik saja jika ada masalah, kita nggak sakit. Jangan membohongi diri dengan seakan tidak ada masalah.
“Nah, setelah ketemu masalah, jangan kita melempar. Oo, si dia sih bikin maslaah. Masalah dipecahkan dengan tanggung jawab dan jangan melemparkan masalah pada orang lain, pemerintah, orang tua, institusi, “ tukas Indra.
3 Seni Untuk Bersikap Masa Bodoh
Cuek dan masa bodo adalah cara yang sederhana untuk mengarahkan kembali ekspektasi hidup dan memilih apa yang penting dan tidak. Buku Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat karya Mark Manson ini tidak akan mengajari bagaimana cara mendapat atau mencapai sesuatu.Namun, buku ini membuka bagaimana cara berlapang dada dan membiarkan sesuatu pergi dan mengarah untuk menyortir hal-hal yang penting saja. Berpikir lebih jelas untuk memilih mana yang penting dalam kehidupan dan mana yang sebaliknya.
Nah, 3 arti Seni Untuk Bersikap Bodo Amat itu adalah :
Seni #1. Masa Bodo bukan berarti menjadi acuh tidak acuh; masa bodoh berarti nyaman menjadi berbeda
Seni #2. Untuk bisa mengatakan “Bodo Amat” pada kesulitan, pertama-tama harus peduli terhadap sesuatu yang jauh lebih penting dari kesulitn.
Seni #3. Entah disadari atau tidak, seseorang selalu memilih suatu hal untuk diperhatikan.
Adinto F Susanto, editor buku Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat menekankan, jika membaca buku Mark Manson, janganlah mengganggapnya sebagai pedoman yang selalu benar. “Saya rasa hal ini juga tidak diinginkan oleh penulis tersebut,” kata Adinto.
Selain itu tidak perlu mengaitkannya jauh pada agama, tapi bagaimana masing-masing dari kita tahu realitas. Itu menjadi sangat c air, karena masing-masing orang punya prioritas sendiri-sendiri. Nah, buku Mark Manson ini menjelaskan misi dulu baru visi. (dhu)
DATA BUKU :
Judul Buku : Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat.
Pendekatan yang Waras demi Menjalankan Hidup yang Lebih Baik.
Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Cetakan ke-1 : Februari 2018, November 2019 cetakan ke-31
Tebal : 247 halaman, 9 bab
Terbitan asal : HarperOne, New York dengan judul asli The Subtle Art Of Not Giving A Fuck.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan memberikan komentar positif demi kemajuan dan kenyamanan pembaca.