Senyap.
Tidak berisik dan tidak ada guncangan. Itulah yang dirasakan saat bus listrik
Trans Jakarta ukuran 12 meter melaju dan melintasi jalan Patal Senayan, lalu
melewati belakang gedung DPR/MPR dan kembali ke tempat pemberangkatan di depan
gedung DPP LDII. Tak ada asap kendaraan yang keluar dari kendaraan listrik yang
memang tidak berknalpot itu.
Kehadiran
bus listrik Trans Jakarta yang rencananya dioperasikan tahun 2020 secara
komersil dan tak sekedar uji coba, merupakan salah satu upaya untuk
penyelamatan lingkungan dari polusi.
Kehadirannya, meski saat ini masih dalam jumlah terbatas akan mulai
mewarnai jalanan ibu kota Jakarta.
Tak
hanya bus listrik yang diperuntukkan untuk umum dengan daya tampung yang
banyak, minat masyarakat terhadap mobil listrik di Indonesia meningkat. Tidak
sedikit produsen kendaraan yang merasa tertarik untuk mengeluarkan produk mobil
listrik untuk digunakan dalam aktivitas sehari-hari.
Mobil
listrik dinilai lebih ramah lingkungan. Lebih murah jika dibandingkan dengan
mobil yang menggunakan bensin sebagai bahan bakar. Keluarnya Peraturan Presiden
(PERPRES) No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Progam Kendaraan Bermotor
Listrik menandai sudah dimulainya era mobil nasional.
Berbagai
produsen kendaraan saat ini sudah menyiapkan pasokan mobil listrik untuk pasar
Asia, termasuk Indonesia. Bahkan nantinya, ajang jang balap formula E yang
diadakan di Jakarta untuk pertamakalinya pada pertengahan 2020, akan menjadi
saat tepat untuk memperkenalkan
kendaraan yang ramah lingkungan dan memaka tenaga listrik.
Mnyongsong
era mobil listrik nasional, penyelamatan lingkungan, dan berbagai hal yang
harus mengikutinya menjadi salah satu bahasan dalam focus group discussion
(FGD) yang diselenggarakan di kantor DPP LDII, Kamis 13 Februari 2020 .
Ketua
Umum DPP LDII Prof. Dr. Ir. K.H.Abdullah Syam, M.Sc mengatakan, mobil
listrik
dan kegiatan ibadah sangat terkait dan tidak bisa lepaskan. Setidaknya, ada
empat pilar yang harus mengikuti, yakni layak lingkungan, layak teknik, layak
sosial, dan layak ekonomi.
Menurut
Abdullah Syam, saat ini ekosistem hutan semakin berkurang. Begitupun dengan
kergaman hayati semakin karena pemanfaatannya yang kurang bjak. Di sisi lain,
industri masih menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil.
Hal ini terntu akan meningkatkan terakumulasinya karbon monoksida, sehingga
berdampak pada lapisan ozon sebagai filter sinar ultra violet untuk keselamatan
kehdupan di dunia. Menyangkut masalah lingkungan, paling tidak bisa mengurangi
atau meminimalkan masalah karbon monoksida yang berasal dari bahan bakar yang
tidak bisa diperbaharui (unrenewable).
“Mobil
listrik merupakan salah satu solusi utnuk mengurangi dampak lingkungan
penggunaan dampak dari bahan bakar fosil,” ujar Abdullah Syam.
Singgih
Januratmoko, MM, Anggota Komisi VI DPR RI 2019-2024 menyampaikan, jika saat ini
sejumlah analis otomotif meyakini jika mulai tahun 2020 di Eropa
akan
menjadi tahunnya mobil listrik. Semakin banyak produsen mobil terkemuka Eropa
yang memproduksi mobil listrik.
Penjualan kendaraan listrik akan terus
meningkat . Tahun 2026 diperkirakan mencapai sekiar 1/5 dari penjualan total kendaraan.
Di seluruh Uni Eropa, penjualan EV (Electric Vehicle) diperkirakan akan melonjak
dari 319 ribu unit pada 2019 menjadi 540 ribu pada 2020.
Terlebih
sejumlah peraturan baru juga sudah mulai diberlakukan di Uni Eropa sejak
1
Januari 2020. Produsen mobil akan
terkena sanksi jika melebihi rata-rata emisi karbon dioksida dari kendaraan
melebihi 95 g per kilometer. Mereka harus bersedia membayar denda 95 euro untuk
setiap gram yang melebihi target.
Namun,
kondisi ini juga membuka peluang mobil listrik untuk masuk pasar mobil
Indonesia
semakin terbuka. Untuk itu, regulasi
pembuatan dan penggunaan kendaraan listrik perlu segera dikeluarkan pemerintah
terkait dengan investasi mobil listrik. Pemerintah perlu segera menyiapkan
berbagai peraturan perundangan, terutama
sistim perpajakannya, bea masuk bahan baku
Singgih
menekankan kesiapan dan penyediaan tenaga kerja di bidang mobil listrik. Sumber
daya manusia yang memiliki kompetensi. Beberapa produsen merek besar di Indonesia sudah
berencana untuk memproduksi mobil listrik.
Menyinggung
mobil listrik perlu diperhatikan
penyediaan tempat pengisian daya untuk mengisi ulang baterai mobil listrik.
Setidaknya, nanti bisa tersedia seperti halnya SPBU yang ada di berbegai tempat
untuk penyediaan bahan bakar.
Selain juga penting memikirkan tumbuhnya mobil
listrik akan diiringi pertumbuhan pula industri pendukungnya, seperti teknologi
battery khusus mobil listrik. Juga, mencari solusi sampah baterai listrik
lithium yang sudah rusak akan dikemanakan,
apakah mengandung zat kimia megandung bahaya atau tidak. “Sehingga tidak terjadi
sampah konvensional bisa jadi problem 10-15 tahun ke depan,” tukas Singgih.
DR.IR.H.
Dedid Cahya Happyanto ,MT dari Politeknik Energi Negeri Surabaya (PENS), yang
juga merupakan bagian Dewan Pakar DPP LDII Bidang Energi memaparkan kondisi dan
masalah saat ini sering terjadi kepadatan kendaraan, kemacetan, dan penggunaan
energi yang tidak dapat dikendalikan.
Kasus
kejahatan di mobil, pencurian di mobil,
terjadi kecelakaan dan kebakaran dalam mobil, bencana (gempa bumi) yang
dapat menimbulkan dampak, baik pada mobil maupun pada penggunanya. Masa depan mobil
listrik sangat menjanjikan.
Alasannya,
kendaraan dilengkapi dengan diagnosa diri yang bisa melihat
kondisi
kendaraan. Kendaraan dapat mendeteksi keadaan lingkungan. Kendaraan dapat
merasakan adanya data bahaya dan mengirimkan data ke unit
prosesor
utama kendaraan (gempa bumi, kebakaran, tabrakan antar mobil, rasa
kantuk
pengemudi, dan lain- lain). Ada kewajiban global untuk
mengurangi
polusi karbon dan ketergantungan minyak
Dedid
memandang, terdapat masa transisi mobil BBM ke mobil listrik, yakni mobil BBM
dikurangi polusi udaranya. Mobil BBM yang ada nantinya dialihkan ke Hybrid. Mobil
listrik secara bertahap terus bertambah dengan support Pemerintah dengan
insentive
pajak terhadap komponen dan baterai. Tentu saja diikuti adanya industri baterai
berkualitas di dalam negeri
Era
mobil listrik nasional segera datang. Namun, hingga kini masih terdapat
sejumlah hal yang perlu dipersiapkan dan dibenahi. Begitupun dengan
keterjangkauan harga mobil listrik meski dalam pemakaian daya listrik sangat
hemat. Saat ini harga mobil listrik mencapai angka milyaran.
Hyundai,
salah satu pabrikan sudah memproduksi mobil listrik di bawah Rp 1 Milyar,
berkisar Rp 500 jutaan. Meski demikian, harga mobi listrik tetap jauh lebih mahal
ketimbang mobil-mobil berbahan bakar bensin saat ini.
Namun
positifnya, mungkinkah saatnya beralih menggunakan transportasi umum
dengan naik bus listrik yang memiliki
daya angkut penumpang lebih banyak? Hal ini akan mengurangi kerusakan
lingkungan akibat polusi.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan memberikan komentar positif demi kemajuan dan kenyamanan pembaca.