Saya terkejut saat
mengetahui salah seorang kawan saya mengidap darah tinggi di usia muda. Belum
ada 40 tahun. Selama ini dia terlihat
kalem. Namun tak disangka, ternyata
tekanan darahnya tinggi sekali mencapai angka 200. Tekanan darah tinggi yang
membuatnya nyaris kehilangan nyawa karena membuat dirinya kemudian harus
berurusan dengan rumah sakit agar sehat.
Kenapa dia bisa terkena
darah tinggi? Itu pertanyaan yang langsung muncul. Apakah darah tinggi karena
sering marah-marah? Tidak juga, itu yang kulihat dari teman saya. Meski saya
mengakui, kawan saya itu bertubuh gemuk dan jarang olahraga.
Dr. Lusiani, Sp.PD, K-KV,
FINASIM, dari Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) terkait dengan
hari hipertensi dunia 2019 mengatakan, perlunya pengenalan terhadap faktor
risiko, tanda, dan komplikasi hipertensi.
“Hipertensi
itu peningkatan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan/atau diastolik lebih dari sama
dengan 90 mmHg,” kata Lusiani di Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Jumat 17 Mei
2019.
Data
World Health Organization (WHO) pada tahun
2015 menunjukkan sekitar 1, 13 Miliar orang di dunia menyandang
hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah
penyandang hipertensi terus meningat setiap tahunnya, diperkirakan pad atahun
2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi dan diperkirakan setiap
tahunnya 10,44 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya. Ngeri,
bukan?
Institute for Health Metrics and Evaluation
(HIME) tahun 2017 juga menyatakan bahwa
dari 53, 3 juta kematian di dunia didapatkan penyebab kematian penyait
kardovaskuler sebsar 33,1%, kanker sebesar 16,7 %, DM dan gangguan endokrin 6 %
dan infeksi saluran napas bawah sebesar 4,8%.
Data penyebab kematian di Indonesia pada
tahun 2016 dengan total kematian sebesar 1, 5 juta dengan penyebab kematian terbanyak adalah
penyakit kardiovaskuler 36,9% kanker 9,7%, penyakit DM dan Endokrin 9,3 %, dan
Tuberkolusa 5,9%.
IHME juga menyebutkan bahwa dari total 1,7
juta kematian di Indonesia didapatkan faktor risiko yang menyebabkan kematian
adalah tekanan darah (hipertensi) sebesar 23,7 %, Hiperglikemia sebesar 18,4
%, Merokok sebesar 12,7 % dan Obesita
ssebesar 7,7 %.
Secara
keseluruhan, prevalensi hipertensi sekitar 30-45% pada orang dewasa. Risiko
hipertensi berkembang secara progresif seiring menambahnya usia dengan
prevalensi >60% pada usia >60 tahun.
Di
Indonesia, menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),
peningkatan
prevalensi kejadian hipertensi dari 25,8% (2013) menjadi 34,1% (2018). Darah
tinggi (hipertensi) menjadi penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan
paling banyak diidap masyarakat.
Menurut
Lusiani, mereka yang memiliki faktor risiko terkena hipertensi, adalah bertambahnya usia (di atas 55 tahun), riwayat keluarga dengan
hipertensi, mengonsumsi alkohol, merokok, obesitas, diet tinggi garam, jarang
olahraga, dan tingkat stress yang tinggi.
Hipertensi
sendiri terbagi atas hipertensi primer yang tidak diketahui sebabnya dan
hipertensi sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain. Untuk mengetahui,
seseoran mengidap hipertnesi atau tidak, perlu dilakukan deteksi dini.
“Semua
orang dewasa (< 18 tahun) harus memeriksakan tekanan darahnya,” tegas
Lusiani.
Siapapun,
harus waspada terhadap tanda dan gejala
hipertensi, yaitu sakit kepala, pusing bergetar, nyeri dada, mimisan,
penglihatan berkunang-kunang, mudah lelah, dan rasa kesemutan pada tangan dan
kaki.
Untuk
pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan dengan ABPM (Ambulatory Blood Pressure
Monitoring ) untuk pengukuran tekanan
darah selama 24 jam termasuk saat tidur.
Selain itu, bisa dilakukan HBPM (Home
Blood Pressure Monitoring) yakni pengukuran darah sendiri oleh pasien di rumah
atau di tempat lain, di luar klinik.
Kerusakan Organ Akibat
Hipertensi
Ketua
Perhimpunan Hipertensi Indonesia Dr. Tunggul D Situmorang, SpPD KGH.
Dipl/M.Me.SI (Nephrology, UK), FINASIM mengatakan, meningkatnya jumlah
penderita hipertensi menunjukkan, perlu adanya gerakan massif, menyeluruh dan
melibatkan
semua elemen masyarakat, petugas kesehatan,profesi terkait,pembuat
keputusan,
perundang-undangan/legislative dan Pemerintah,terutama PERS---GPH
(Gerakan
Peduli Hipertensi).
Tunggul
menyampaikan, diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥140 mmHg dan/atau TDD
≥90 mmHg pada pengukuran berulang di klinik. Hipertensi disebut juga sebagai
the silent killer karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak
mengetahui dirinya mentandng hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi
komplikasi.
Kerusakan
organ target akibat komplikasi hipertensi bisa dirimbulkan dan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan
darah dan lamanya kondisi tekanan darah
yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati. Organ-organ tubuh yang menjadi
target antara lain otak, mata, jantung, ginjal, dan dapat juga berakhir kepada
pembuluh darah arteri perifier.
Hipertensi, The Silent
Killer
Dr. Tunggul menyampaikan, jika hipertensi
dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko seperti merokok, diet yang
tidak sehat, seperti kurang konsumsi sayur dan buah, serta konsumsi gula,
garam, dan lemak berlebih, obesitas, kurang aktivitas fisik, konsumsi alkohol
berlebihan, dan stress.
Berdasarkan data Riskesdas 2018 pada penduduk
usia 15 tahun ke atas didapatkan data faktor risiko seperti proporsi masyarakat
yang kurang makan sayur dan buah sebesar 95,5 %, proporsi kurang aktivitas
fisik 35,5 %, poporsi merokok 29, 3 % , proporsi obesitas sentral 31 %,
proporsi obesitas umum 21,8 %. Data tersebut di atas menunjukkan peningkatan
jika dibandingkan dengan data RISKESDAS tahun 2013.
Dr.
Tunggul menggarisbawahi perlunya kewaspadaan hipertensi terjadi pada kaum
milenial. Mengubah gaya hidup sangat dianjurkan bagi setiap orang agar bisa
mencegah terkena penyakit hipertensi, yang akan dibawa seumur hidup bila sudah
terkena.
Hipertensi
yang Selalu Meningkat
Dr. Cut Putri Arianie,
MHKes, Direktorat P2PTM, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit, Kementerian Kesehatan mengatakan, penyakit Menular masih merupakan
masalah dan PTM semakin meningkat. Terjadi transisi demografi, teknologi,
ekonomi, budaya , dan perilaku dari penyakit
menular ke penyakit tidak menular .
Data Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyebutkan bahwa biaya pelayanan hipertensi
mengalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2016 sebesar 2,8
Triliun rupiah, tahun 2017 dan tahun 2018 sebesar 3 Triliun rupiah. Tren
prevalensi hipertensi terus meningkat.
Berdasarkan Riskesdas 2018,
prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk di atas sama
dengan 18 tahun sebesar 34,1% tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1 %),
sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2). Estimasi jumlah kaus hipertensi di
Indonesia sebesar 63.039.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia
akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian.
Hipertensi itu terjadi pada
kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun
(55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1 % diketahui bahwa sebesar 8,8
% terdiagnosis hipertensi sebesar 34, 1 % diketahui bahwa sebesar 8,8 %
terdiagnosis hipertensi dan 1,3 %orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum
obat serta 32,3 %tidak rutin minum obat.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak
mendapatkan pengobatan. Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara
lain karena1. Penderita merasa sehat (59,8%), 2. Kunjungan tidak teratur ke
fasyankes (31,3%), minum obat tradisional (14,5%), menggunakam terapi lain
(12,5 %), lupa minum oba (11,5 %), tidak mampu mebeli obat (8,1%), terdapat
efek samping obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di fasyankes (2%).
Mencegah
Hipertensi dengan CERDIK
Menurut Dr. Cut Putri
Arianie, MHKes, untuk menanggulangi PTM di Indonesia dilakuan melalui promosi
kesehatan, deteksi dini skrining, dan tata laksana kasus. Acuannya adalah
Permenkes 71/2015. Namun demikian, masyarakat perlu tetap melakukan pemeriksaan
secara berkala.
Upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan
dan pengendalian Hipertensi di antaranya adalah :
1. Meningkatkan promosi
kesehatan melalui KIE dalam pengendalian hipertensi dengan peilaku CERDIK dan
PATUH
2. Meningatkan pencegahan dan pengendalian berbasis masyarakat dengan
self awareness melalui pengukuran darah secara rutin.
3. Penguatan pelayanan
kesehatan khususnya hipertensi, pemerintah telah melakukan berbagai upaya,
seperti meningkatkan akses fasilitas ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP), optimalisai sistem rujukan, dan
peningkatan mutu pelayanan,
4. Salah satu upaya pencegahan komplikasi
hipertensi khususnya penyakit jantung dan pembuluh darah di FKTP melalui
pelayanan Terpadu (Pandu) PTM.
5.
Pemberdayaan masyarakat dalam deteksi dini dan monitoring faktor risiko
hipertensi melalui Posbindu PTM yang diselenggarakan di masyarakat, di tempat
kerja, dan institusi.
Dr. Cut Putri Arianie, MHKes
mengingatkan, jika mengonsumsi gula lebih dari 50 gram, natrium/garam lebih
dari 2000 mg, atau lemak total lebih dari 67 gram per orang per hari, maka akan
berisiko hipertensi, stroke, diabetes, dan jantung.
Untuk mengendalikan Tekanan Darah,
dapat dilakukan dengan CERDIK, yakni Cek Kesehatan, Enyahkan asap Rokok, Rajin
Olah Raga, Diet Seimbang, Istirahat yang cukup, dan Kelola Stress dengan baik.
Tema hari Hipertensi Dunia tahun 2019
adalah Know Your Number, Kendalikan Tekanan Darahmu dengan CERDIK. Semoga saja pemahaman dan kesadaran masyarakat bahwa hipertensi dapat dicegah dan
diobat bisa ditingkatkani. Setiap orang, perlu melakukan pengukuran tekanan darah secara
berkala dan mencegah, serta mengendalikan hipertensi!
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan memberikan komentar positif demi kemajuan dan kenyamanan pembaca.